Panas Bumi di Indonesia

Energi panas Bumi adalah energi yang diekstraksi dari panas yang tersimpan di dalam bumi. Energi panas Bumi ini berasal dari aktivitas tektonik di dalam bumi yang terjadi sejak planet ini diciptakan. Panas ini juga berasal dari panas matahari yang diserap oleh permukaan Bumi. Energi ini telah dipergunakan untuk memanaskan (ruangan ketika musim dingin atau air) sejak peradaban Romawi, namun sekarang lebih populer untuk menghasilkan energi listrik. Sekitar 10 Giga Watt pembangkit listrik tenaga panas Bumi telah dipasang di seluruh dunia pada tahun 2007, dan menyumbang sekitar 0.3% total energi listrik dunia.
Pembangkit listrik tenaga panas Bumi hanya dapat dibangun di sekitar lempeng tektonik di mana temperatur tinggi dari sumber panas Bumi tersedia di dekat permukaan. Pengembangan dan penyempurnaan dalam teknologi pengeboran dan ekstraksi telah memperluas jangkauan pembangunan pembangkit listrik tenaga panas Bumi dari lempeng tektonik terdekat. Efisiensi termal dari pembangkit listrik tenaga panas Bumi cenderung rendah karena fluida panas Bumi berada pada temperatur yang lebih rendah dibandingkan dengan uap atau air
mendidih. Berdasarkan hukum termodinamika, rendahnya temperatur membatasi efisiensi dari mesin kalor dalam mengambil energi selama menghasilkan listrik. Sisa panas terbuang, kecuali jika bisa dimanfaatkan secara lokal dan langsung, misalnya untuk pemanas ruangan. Efisiensi sistem tidak memengaruhi biaya operasional seperti pembangkit listrik tenaga bahan bakar fosil.
Jakarta —Hari ini (5/7) WWF-Indonesia meluncurkan sebuah laporan berjudul “Menyalakan Cincin Api: Sebuah Visi Membangun Potensi Panas Bumi Indonesia-Igniting the Ring of Fire: A Vision for Developing Indonesia’s Geothermal Power”, sebuah kajian yang mengelaborasi tantangan dan peluang pengembangan energi panas bumi di Indonesia, dan memberikan peta kemungkinan solusinya.Indonesia memiliki potensi energi panas bumi terbesar di dunia, dengan setidaknya 29 Giga Watt total potensi panas bumi. Dari jumlah tersebut, baru dimanfaatkan sekitar 1,2 Giga Watt. Kebijakan Energi Nasional telah menargetkan agar panas bumi dapat menyokong 5% bauran energi nasional pada 2025, namun hingga saat ini panas bumi baru berkontribusi 1% dengan perkembangan yang lambat. Beragam kendala dan tantangan dihadapi dalam pengembangan panas bumi, baik dari sisi kebijakan dan regulasi, pengaturan institusi, isu koordinasi lintas sektor, otonomi daerah, sumber daya manusia, isu tata kelola (good governance), dan hal-hal teknis, seperti: akurasi data, proses tender, pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan, negosiasi harga, perijinan, dan lainnya.
Dari sisi ketenagalistrikan, sebagian besar pembangkit listrik di Indonesia masih menggunakan bahan bakar fosil yang tidak terbarukan. BBM masih menjadi primadona sumber energi listrik di luar jawa, terutama di luar Jawa. Beberapa wilayah yang memiliki cadangan batu bara mulai mengkonversi BBM menjadi batu bara. Namun… semuanya masih menghasilkan emisi gas yang mencemari lingkungan.
Sebagai salah satu negara yang memiliki banyak gunung, Indonesia punya potensi yang luar biasa dalam hal energi panas bumi. Energi panas bumi ini sangat berhubungan dengan keberadaan gunung berapi. Energi ini terkandung dalam air panas, uap air dan batuan berikut mineralnya yang dipanaskan oleh sistem panas bumi.
Nazir Foead, Direktur Konservasi WWF-Indonesia, menegaskan, “Sudah saatnya, pengembangan energi terbarukan menjadi prioritas pengelolaan energi nasional yang berkelanjutan. Seiring perkembangan ekonomi, kebutuhan listrik Indonesia meningkat pesat rata-rata lebih dari 7% per tahun, dan sebagian besar dipasok dari sumber energi fosil yang semakin terbatas. Kita memiliki sumber energi terbarukan yang melimpah, mengapa tidak dikembangkan? Ini bukan pilihan, tapi kebutuhan mendesak.” 

1 Response
  1. Unknown Says:

    ada beberapa resiko yang harus dihadapi dalam pembangungan PLTP, seperti resiko terkait dengan sumber daya (potensi energi, jumlah titik sumber, biaya variabel, dll), resiko terkait dengan penurunan kemampuan produksi, resiko terkait dengan pembangungan infrastruktur, dan yang paling penting adalah terkait dengan bencana alam yang mungkin timbul. Ini menunjukkan bahwa pembangungan PLTP merupakan sebuah investasi berskala besar.